Minggu, 8 Juli 2018
Perjalanan kami ke Flores dimulai dengan upacara pelepasan terlebih dahulu di sekretariat SATU BUMI pukul 17.00 WIB. Upacara dipimpin oleh ketua tim, yaitu Rina. Semua rangkaian upacara pelepasan kami lalui mulai dari sambutan dan pesan ketua SATU BUMI, pesan dari perwakilan purna, menyanyikan Himne SATU BUMI, dan tidak lupa doa agar diberi keselamatan sampai pulang kembali. Kami berangkat dari sekretariat SATU BUMI pukul 18.45 WIB. Kami berangkat di antar dengan dua mobil milik Usi dan Nidya. Sekitar pukul 19.30 WIB, kami tiba di Terminal Giwangan. Sebelum berangkat kami membeli makan di sekitar UGM, akhirnya kami memutuskan makan terlebih dahulu. Setelah semua selesai makan, kami menuju ke tempat tunggu bus. Lebih dari satu jam kami menunggu bus, ternyata bus yang kami tunggu dari tadi bukan bus yang akan kami naiki. Yang kami tunggu dari tadi bus patas bukan bus ekonomi. Akhirnya setelah menunggu sekian lama kami pindah ke tempat tunggu bus ekonomi. Tidak lama menunggu akhirnya bus yang kami tunggu datang. Kami semua naik bus pukul 22.30 WIB. Kami semua tidak ada yang dapat tempat duduk. Awalnya kami mengira akan banyak penumpang yang akan turun di Solo yang artinya kami hanya sebentar tidak dapat tempat duduk. Setelah sampai di Solo ternyata yang turun di Solo tidak banyak seperti yang kami bayangkan. Akhirnya kami semua duduk di bawah sambil menunggu ada penumpang yang turun. Yang pertama duduk diantara kami yaitu Rina, Uli, dan Yusri. Sementara yang laki-laki tidak dapat tempat sampai pukul 04.00 WIB baru dapat tempat.
Senin, 9 Juli 2018
Pukul 06.50 WIB kami tiba di terminal Bungurasih Surabaya. Saat tiba di terminal kami tidak tergesa-gesa untuk langsung ke pelabuhan karena kapal yang akan kami naiki menurut tiket akan berangkat jam 8 malam. Di terminal kami sarapan dan istirahat. Setelah dirasa cukup, kami melanjutkan perjalanan ke Pelabuhan Tanjung Perak dengan menggunakan Bus Trans Surabaya. Kami tiba di pelabuhan pukul 12.00 WIB. Kami menempatkan barang bawaan di tempat yang aman. Bobby dan Dirga langsung pergi ke Kantor Kaha untuk menukar tiket yang sudah dibeli kemarin lewat bantuan temannya Rani, seorang senior di SATU BUMI. Setelah Bobby dan Dirga selesai, kami semua pindah ke tempat yang lebih nyaman yaitu di lantai 2 gedung terminal. Disitu kami mulai melakukan kegiatan bebas. Sekitar pukul 18.30 WIB akhirnya kami pindah ke pintu masuk. Ternyata disitu kami tidak mendapati adanya tanda-tanda kapal datang. Akhirnya kami semua kembali beristirahat di sekitar pintu masuk.
Selasa, 10 Juli 2018
Tepat pukul 02.30 WIB ada pengumuman sudah bisa check in. Akhirnya kami bersiap untuk check in. Sekitar 1 jam mengantre untuk check in, akhirnya kami masuk kapal. Saat sudah di dalam kapal kami semua menyebar untuk mencari tempat tidur didalam. Setelah mencari cukup lama kami dapat tempat di deck 4 bagian belakang. Walaupun tempatnya cukup sempit kami tetap bersyukur karena bisa tidur di dalam. Pukul 10.30 WIB kapal yang kita naiki mulai berjalan menuju pelabuhan Labuan Bajo. Sebelum tiba di Labuan Bajo kami sempatkan untuk melakukan evaluasi dan briefing.
Rabu, 11 Juli 2018
Setelah melewati perjalanan yang cukup panjang, akhirnya kami tiba di Pelabuhan Labuan Bajo pukul 23.00 WITA. Diantara kami bertujuh, Bobby, Dirga, dan Johan turun ke bawah untuk melihat pelabuhan disitu sekaligus mencari makanan ringan. Sedangkan yang lainnya tinggal di dalam kapal. Saat Bobby, Johan, dan Dirga pulang mereka yang ditinggal di kapal sudah tidur. Karena Bobby, Johan, dan Dirga membawa makanan yang tidak bisa dimakan besok akhirnya Dirga coba membangunkan Rina, Ben, Yusri, dan Uli tetapi yang bangun hanya Rina dan Ben. Kami yang bangun akhirnya makan makanan itu sampai habis. Setelah habis akhirnya kami semua tidur.
Kamis, 12 Juli 2018
Sekitar pukul 01.30 WITA kapal kembali melanjutkan perjalanannya menuju Pelabuhan Soekarno-Ende. Saat menuju ke Ende kapal terasa bergoyang karena disaat perjalanan ke Ende sebagian muatan kapal sudah turun di Pelabuhan Labuan Bajo. Kapal tiba di Pelabuhan Soekarno Ende pukul 14.30 WITA. Kami tidak langsung turun karena sebelumnya kami mendapat intruksi dari Fuad (orang yang menjemput di pelabuhan) agar tetap di dalam menunggunya. Setelah sekitar 1 jam menunggu akhirnya Fuad datang. Disitu kami berbincang-bincang dan mengabari bahwa kami juga dijemput oleh Yanto. Yanto menunggu di sekitar pelabuhan bersama anaknya. Setelah berbincang-bincang cukup lama, akhirnya kami turun dari kapal dan diantar menemui Yanto yang sudah menunggu kami juga. Tidak lama berjalan kami akhirnya bertemu dengan Yanto. Kami berbincang-bincang juga disitu. Tidak lama kemudian akhirnya kami putuskan untuk ke rumah Fuad dulu untuk melanjutkan perbincangan dan ngopi. Rumah Fuad tidak jauh dari pelabuhan. Kami berbincang-bincang di rumah Fuad sampai pukul 17.00 WITA. Kemudian kami melanjutkan perjalanan ke rumah Yanto naik mobil pick-up Yanto. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 3 jam, akhirnya kami tiba di rumah Yanto yang terletak di Mbay. Saat mau turun dari mobil Bobby merasakan mabuk perjalanan dan muntah. Sekitar pukul 21.00 Andi (pemberi informasi mengenai Flores sebelum kami datang ke lokasi) datang bersama istrinya. Saat Andi datang kami tidak tahu bahwa itu Andi yang dimaksud karena wajahnya terlihat lebih muda dari yang kami bayangkan. Saat Andi datang, tidak lama kemudian makan malam siap. Kami semua memakan makanan yang sudah siap itu. Setelah kami makan kami semua merancang kegiatan besoknya. Disini didapatkan keputusan Bobby, Johan, dan Uli pergi ke Bajawa (Rumah Andi) untuk mengambil alat sedangkanyang lainnya tetap di Mbay.
Jumat, 13 Juli 2018
Di hari ini kami menjalankan rencana yang telah kami rancang malam tadi. Sebelum kami menjalankan itu semua kami sarapan terlebih dahulu di rumah Yanto. Setelah semua sarapan Bobby, Johan, dan Uli pergi ke Bajawa ikut mobil Andi dan istrinya, sedangkan Rina dan Ben pergi ke dinas pariwisata. Dirga dan Yusri pergi ke pasar untuk melengkapikebutuhan di Gunung. Bobby, Johan, dan Uli tiba di rumah Andi sekitar pukul 11.35 WITA. Bobby, Johan, dan Uli memilih alat yang sekiranya dibutuhkan di gunung. Disisi lain, Ben dan Rina sedang mengurus perizinan di kantor dinas pariwisata. Saat Bobby menghubungi lewat telepon dari Bajawa, Rina dan Ben baru selesai mengurus semuanya. Hal ini tidak memungkinkan kami untuk ke Desa Mulakoli sore itu. Bobby, Johan, dan Uli akhirnya memutuskan tinggal di rumah Andi. Kami mendiskusikan kegiatan untuk esok hari lewat telepon.
Sabtu, 14 Juli 2018
Bobby, Johan, dan Uli sudah terbangun dari pukul 05.30 WITA karena bus yang akan ke Boawae akan pergi pukul 06.30 WITA. Setelah menunggu sampai pukul 06.30 WITA bus tidak kunjung datang. Akhirnya Andi memutuskan pergi mengajak kami bertiga mencari busnya. Setelah 30 menit mencari akhirnya bus bisa ditemukan juga. Kami bertiga pamit ke Andi dan melanjutkan perjalanan dengan bus ke Boawae tepatnya Polsek Boawae. Dilain sisi Rina, Ben, Dirga, dan Yusri bersiap-siap dari rumah Yanto. Semua telat bangunkarena malamnya bergadang. Akhirnya kami berempat berangkat dari rumah Yanto pukul 09.30 WITA. Bobby, Johan, dan Uli sudah tiba di Boawae pukul 09.30 WITA karena mereka belum sarapan akhirnya mereka sarapan terlebih dahulu didekat Polsek Boawae.
Setelah kami bertiga sarapan kami berjalan menemui Andri dan Etho yang sudah menunggu di rumah Andri. Etho adalah penduduk Desa Mulakoli sedangkan Andri adalah teman Etho. Saat kami bertiga jalan Andri dan Etho menjemput kami dengan sepeda motornya. Andri, Bobby, dan Johan satu motor sedangkan Etho dan Uli di motor yang berbeda. Pukul 11.30 WITA kami semua sudah kumpul di rumah Andri. Beberapa dari kami pergi ke polsek untuk meminta izin kegiatan. Setelah izin diberikan, kami melanjutkan perjalanan ke Desa Mulakoli untuk menemui kepala Desa Mulakoli. Di Desa Mulakoli kami hanya bertemu dengan sekretaris desa. Kami memberi tahu apa yang akan kami lakukan di desa. Setelah urusan selesai kami melanjutkan perjalanan ke Kecamatan Mauponggo. Rumah kepala Desa Mulakoli searah dengan jalan menuju Mauponggo akhirnya kami berhenti di rumah kepala desa terlebih dahulu. Setelah memberi tahu ke kepala Desa Mulakoli akhirnya kami melanjutkan perjalanan. Di tengah perjalanan kami tidak bisa melanjutkan perjalanan dengan mobil. Akhirnya kami putuskan untuk jalan kaki dari tempat terakhir mobil bisa sampai. Setelah 15 menit berjalan kaki, kami tiba di Dusun Ado tetapi secara administratif termasuk dari Desa Mulakoli. Kami disitu meminta izin untuk menempati lahannya untuk tidur tetapi yang punya lahan mempersilakan untuk tidur di rumahnya saja. Johan, Rina, dan Uli melanjutkan perjalanan untuk survei daerah yang akan kami mulai pendakiannya. Mereka bertiga bertemu dengan Kepala Dusun Woloede dan memberi tahu kedatangan kami. Setelah itu mereka pulang lagi dan membicarakan hal ini dengan kami yang tinggal di rumah. Di malam itu kami melakukan evaluasi dan briefing. Setelah selesai kami makan dan tidur.
Minggu, 15 Juli 2018
Pagi ini pukul 07.45 WITA, dan peserta masih sibuk memasak mi instan untuk sarapan di rumah Pak Dion. Kami telah menjadwalkan untuk berangkat sejak pukul 08.00 WITA masih harus menunggu hingga selesai masak dan makan. Pada akhirnya, peserta baru berangkat sekitar pukul 09.05 WITA. Sebelum berangkat, peserta terlebih dahulu melakukan pemanasan, berdoa, lalu berfoto bersama keluarga Pak Dion dan berpamitan.
Titik awal pendakian terletak di Dusun Wolomogo, yang berjarak sekitar 700 meter dari rumah Pak Dion, dengan kontur yang naik turun. Jarak tersebut ditempuh selama sekitar 15 menit. Ketika tiba di sana, para peserta disambut oleh Bapak Yohanes Logo dan Bapak Damas yang sebelumnya sudah berjanji untuk bertemu di tempat tersebut. Para peserta tidak menyangka bahwa akan ada banyak kerabat Pak Damas yang juga akan ikut mengantar. Ada sekitar 8 orang kerabat Pak Damas yang akhirnya ikut bersama kami, terdiri dari anaknya, keponakannya, sampai menantunya. Jika ditambah dengan Pak Damas dan Pak Yohanes, total ada 10 orang yang naik bersama kami di hari pertama ini.
Setelah sedikit berbincang-bincang mengenai rencana pendakian, peserta mulai jalan dari titik persimpangan yang terletak di koordinat -8°49’49,6”;121°12’50,5” untuk menuju ke pondok milik Pak Damas. Jalan yang dilalui berupa jalan setapak yang biasa dilewati warga untuk pergi ke kebun. Vegetasi yang ada di samping kanan-kiri kami berupa cengkeh, kopi, singkong, talas, serta labu jepang yang ditanam oleh warga. Setiap 15 menit berjalan, kami berhenti sekitar 1-2 menit untuk mencatat koordinat dan ketinggian lokasi yang akan digunakan untuk membuat peta. Selama perjalanan tersebut, peserta menemukan batuan-batuan beku yang cukup besar. Nampaknya batuan-batuan tersebut jatuh dari atas gunung. Peserta juga dua kali menemukan babi, yang nampaknya merupakan peliharaan warga. Selain itu, peserta juga menemukan ular. Sepanjang perjalanan juga terdapat beberapa persimpangan untuk pergi ke kebun warga yang lain. Persimpangan- persimpangan tersebut terkadang cukup membingungkan.
Pada pukul 11.15 WITA, peserta akhirnya sampai di pondok Pak Damas. Peserta beristirahat sebentar di sana untuk minum dan makan siang. Setelah memakan sedikit roti dan minum dengan cukup, Johan dan Bobby melakukan survei dan orientasi medan untuk mencari tempat kemah, sedangkan yang lainnya beristirahat di pondok Pak Damas sambil menandai di peta. Sebelumnya Johan sudah diberitahu oleh Pak Yohanes bahwa ada satu tempat yang cukup landai di atas, jaraknya kira-kira 1 jam perjalanan. Menurut Pak Yohanes, tempat itulah yang paling layak untuk menjadi tempat kemah, karena di jalan selanjutnya tidak ada lagi tempat landai. Johan dan Bobby berjalan hingga pukul 11.30 WITA, lalu kembali ke pondok Pak Damas dan sampai pada pukul 12.45 WITA. Mereka menemukan tempat kemah yang cukup untuk 2 tenda, namun ternyata bukan itu yang dimaksud oleh Pak Yohanes. Peserta pun melanjutkan istirahat sambil mengobrol dan memakan singkong dengan campuran kelapa parut yang mereka sebut dengan “rose” dan pisang rebus yang diambil dari kebun Pak Damas.
Pukul 13.10 WITA, para peserta dan para warga melanjutkan perjalanan. Para warga kecuali Pak Yohanes berjalan duluan, sedangkan para peserta berjalan di belakang mereka dan Pak Yohanes berada di paling belakang. Warga yang jalan duluan memberi tanda berupa sayatan parang di pohon-pohon yang mereka lewati. Medan yang dilewati cukup berbeda dibandingkan jalan sebelum pondok Pak Damas. Pohon-pohonnya cukup tinggi dan lumayan rindang, menandakan sudah mulai memasuki hutan lebat. Tanah yang gembur dan mudah longsor, serta kontur yang curam membuat sebagian peserta kesulitan dalam melewati medan tersebut. Apalagi dengan beban bawaan yang cukup berat sedangkan para warga dapat dengan mudah melewati medan tersebut karena tidak membawa bawaan berat. Peserta sempat kebingungan karena terpisah cukup jauh dengan para warga yang berjalan duluan. Peserta mencoba berjalan lebih cepat, namun nampaknya para warga sudah terlalu jauh. Hanya Pak Yohanes yang masih bersama peserta.
Sekitar pukul 15.20 WITA, peserta akhirnya menemukan tempat landai yang dimaksud Pak Yohanes. Dirga dan Ben melakukan orientasi medan untuk mencari tahu apakah masih ada tempat landai atau tidak di depan, sedangkan peserta lainnya beristirahat di tempat tersebut. Setelah Ben dan Dirga kembali dan mengatakan bahwa medan di depan semakin curam dan tidak ada tempat landai, para peserta akhirnya memutuskan untuk mendirikan tenda di tempat tersebut. Para peserta membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendirikan tenda karena tempat tersebut sedikit miring. Mau tidak mau peserta meratakan tanah terlebih dahulu sebelum mendirikan tenda.
Ketika sudah mulai gelap, Bobby, Johan, Ben, dan Dirga mulai memasak untuk para peserta dan Pak Yohanes. Lalu, kira-kira pukul 19.00 WITA datanglah para warga yang telah kembali dari atas. Saat itu tepat sekali ketika para peserta baru saja selesai masak. Akhirnya peserta makan bersama warga walaupun makanan yang dibuat tidak begitu banyak. Para warga bercerita bahwa mereka sudah sampai di medan bebatuan, namun karena hari sudah mulai gelap mereka memutuskan untuk turun dan tidak jadi melanjutkan perjalanan ke puncak. Setelah selesai makan dan berbincang-bincang, para warga akhirnya turun kembali ke kampung. Pak Yohanes yang sebelumnya bersama kami juga ikut bersama mereka. Pada malam hari, para peserta melakukan plotting, evaluasi, dan briefing. Setelah evaluasi dan briefing selesai, para peserta pun istirahat.
Senin, 16 Juli 2018
Peserta mulai bangun pukul 05.44 WITA dan baru mulai masak sekitar pukul 6, terlambat 44 menit dari jadwal yang sebelumnya ditentukan. Rina, Yusri, dan Uli bertugas masak pada pagi itu. Sementara mereka memasak, Bobby, Johan, Dirga, dan Ben melakukan packing barang-barang pribadi dan juga tenda. Setelah selesai masak, makan, dan packing, peserta melakukan pemanasan dan doa terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan.
Sekitar pukul 08.40 WITA, peserta mulai melakukan perjalanan. Medan yang kami lewati masih merupakan hutan lebat yang tanahnya gembur. Peserta jalan melewati sela- sela pohon-pohon setinggi belasan meter. Sepanjang perjalanan, peserta menemukan beberapa tempat landai yang memungkinkan sebagai tempat camping. Namun, tempat tersebut semuanya sempit dan hanya muat untuk 1-2 tenda saja.
Masalah terjadi ketika peserta sedang beristirahat di samping sebuah batu besar. Saat itu pukul 10.05 WITA, dan tiba-tiba carrier yang digunakan oleh Ben putus. Kondisi tersebut memaksa peserta untuk berhenti lebih lama di tempat tersebut sambil menjahit carrier Ben agar bisa kembali digunakan. Ketika sedang menjahit carrier yang digunakan oleh Ben, Pak Yohanes muncul. Beliau berkata bahwa beliau akan menemani peserta untuk naik ke atas.
Setelah selesai menjahit carrier yang digunakan Ben, kami melanjutkan perjalanan pada pukul 10.35 WITA. Setelah berjalan sekitar dua jam, peserta sampai di sebuah tempat yang cukup landai. Saat itu waktu menunjukkan pukul 12.18 WITA. Karena dianggap sudah dekat dengan batas vegetasi, maka diputuskan untuk istirahat makan siang di tempat tersebut. Tempat tersebut berada di punggungan yang di samping kanan dan kirinya merupakan jurang. Tempat ini berada di koordinat -8°49’14,6”;121°11’56,9” dengan ketinggian 1598 mdpl.
Perjalanan akhirnya dilanjutkan pada pukul 13.00 WITA. Medan yang dilewati cukup curam sehingga cukup sulit dilewati. Apalagi tanah yang gembur dan mudah longsor membuat peserta mudah terpeleset. Di tengah perjalanan peserta yang sebelumnya berjalan di atas punggungan, berpindah ke lembahan, dengan medan yang masih mirip dengan sebelumnya.
Pada pukul 13.30 WITA, peserta keluar dari hutan menuju batas vegetasi. Vegetasi yang ada di sini merupakan semak belukar yang cukup lebat sehingga justru lebih sulit dilewati. Namun sudah terdapat jalan karena sudah dilewati di hari sebelumnya oleh Pak Damas dan kerabatnya. Jalan yang dibuat oleh Pak Damas dan kerabatnya bermacam-macam bentuknya. Ada yang seperti jalan biasa, ada yang berbentuk seperti huruf U, bahkan ada juga yang berbentuk bulat seperti terowongan. Untuk melewati jalan tersebut, terkadang peserta perlu menunduk atau bahkan melepaskan carriernya dan didorong. Rasanya seperti sedang susur gua dengan membawa carrier. Pada medan tersebut juga terdapat bidang vertikal, yang mau tak mau harus dipanjat untuk bisa dilewati.
Berikutnya, peserta mulai melewati medan bebatuan, yang masih ditumbuhi semakbelukar namun tidak terlalu tinggi. Medan ini tidak begitu sulit dilewati. Tak beberapa lama kemudian, akhirnya sampai di sebuah batu yang merupakan akhir jalan Pak Damas dan kerabatnya. Pak Yohanes sudah mulai turun karena hari sudah mulai sore. Setelah itu tidak ada lagi jalan, dan para peserta harus mengeluarkan parangnya untuk membuka jalur. Bobby, Uli, dan Ben yang menggunakan parang untuk membuka jalan. Sedangkan Johan, Rina, Yusri, dan Dirga menjadi porter yang membawa carrier mereka secara bergantian (naik-turun). Pembukaan jalur ini dilakukan sampai ke medan bebatuan tanpa semak belukar.
Pada pukul 17.45 WITA, peserta akhirnya sampai di batas vegetasi. Dirga dan Uli dengan inisiatif naik ke atas tanpa membawa carrier untuk survei jalan dan orientasi medan ke puncak. Namun, mereka lupa untuk membawa HT sehingga membingungkan tim yang ada di bawah. Bobby juga sempat berinisiatif untuk survei jalan dengan cara melipir ke samping untuk langsung Mencari jalur mulakoli. Namun, koordinator lapangan menyuruhnya untuk berhenti karena hari sudah mulai gelap. Setelah Uli dan Dirga turun, akhirnya diputuskan untuk bermalam di dekat tempat tersebut karena hari yang sudah mulai gelap dan jalan untuk ke jalur Mulakoli belum terlalu jelas. Namun, terdapat kendala karena di sekitar tempat tersebut tidak ada tempat yang memungkinkan untuk mendirikan tenda.Pada akhirnya diputuskan untuk membuat tempat kemah darurat dengan atap flysheet. Cukup sulit membuat tempat kemah darurat di tempat tersebut karena kontur yang tidak rata dan rapatnya semak belukar. Tempat kemah darurat akhirnya selesai dibuat sekitar pukul 20.30 WITA. Selesai memasang tempat kemah, peserta lalu masak, makan, lalu istirahat. Pada malam itu tidak diadakan evaluasi karena dinilai sudah terlalu malam.
Selasa, 17 Juli 2018
Pada pagi hari ketiga ini dibagi ke dalam dua tim, Johan dan Bobby melakukan survei dan orientasi medan untuk mencari jalur Mulakoli dan jalan untuk ke sana, sedangkan yang lainnya masak di tempat kemah. Bobby dan Johan mulai berangkat pukul 05.15 WITA, sedangkan yang lainnya masih tidur dengan lelap. Mereka akhirnya tiba di puncak pada pukul 06.30, lalu turun melalui jalur Mulakoli dan melipir ke jalur Wolomogo untuk kembali ke tempat kemah. Mereka tiba di tempat kemah pukul 08.12, dan ternyata tim yang tetap di tempat kemah belum selesai masak.
Akhirnya peserta baru selesai masak dan sarapan pukul 09.50 WITA. Setelah itu dilanjutkan dengan membongkar tempat kemah dan packing, dan mulai melanjutkan perjalanan pada pukul 10.34 WITA. Peserta berjalan melalui medan berbatu untuk melipir ke jalur Mulakoli. Sesampainya di jalur Mulakoli, para peserta meninggalkan carrier mereka di tempat tersebut. Setelah itu peserta melanjutkan perjalanan ke puncak tanpa membawa carrier mereka. Medan yang dilewati merupakan medan bebatuan beku yang sangat minim vegetasi, terdapat banyak kerikil yang sering berjatuhan jika diinjak. Medan ini sedikit berbahaya karena menyebabkan peserta mudah terpeleset.
Akhirnya peserta tiba di puncak pada pukul 13.00 WITA. Pada saat itu GPS menunjukkan ketinggian 2.216 mdpl, dengan koordinat 8°48’59,9”;121°11’33,4”. Di puncak, para peserta melakukan dokumentasi hingga pukul 14.00 WITA. Setelah itu para peserta turun untuk mengambil carrier mereka. Medan bebatuan yang cukup licin membuat beberapa peserta sempat terpeleset. Sesampainya di tempat mereka meninggalkan carrier, para peserta pun istirahat makan siang dan tidak beberapa lama kemudian langsung melanjutkan perjalanan. Koordinator lapangan melakukan kekeliruan di sini karena tidak mempertimbangkan waktu untuk salat dan mengganti baterai.
Tidak lama kemudian, pada pukul 15.40 WITA para peserta tiba di batas vegetasi jalur Mulakoli. Setelah batas vegetasi, medan yang dilalui berupa hutan lebat. Jalur ini merupakan jalur yang umumnya dilewati wisatawan sehingga sudah terdapat jalan setapak yang mudah dilewati. Sepanjang jalan, peserta menemukan beberapa tempat landai yang memungkinkan untuk menjadi tempat berkemah. Saat hari sudah mulai gelap, peserta sudah sampai di ketinggian 1.100 mdpl dan mulai menemukan pondok milik warga. Di tempat tersebut, Dirga, Yusri, dan Bobby melaksanakan ibadah salat dzuhur dan ashar yang sebelumnya terlewat karena tidak ada waktu istirahat. Selanjutnya medan yang dilewati merupakan kebun-kebun milik warga yang terdapat cengkeh, kopi, dan labu jepang.
Pada pukul 18.30 WITA peserta akhirnya tiba di Desa Mulakoli. Namun, karena belum hafal dengan jalan di desa tersebut, peserta bertanya kepada salah satu rumah untuk mengetahui di mana rumah Etho. Tiba-tiba ada seseorang yang sedang lewat dan kebetulan ingin ke kantor desa sementara. Orang itu kemudian mengantarkan kami ke rumah Etho. Setelah sampai di rumah Etho, para peserta mengobrol dan membaur dengan warga lokal. Pada malam harinya, dilakukan evaluasi hari ke 2 dan ke 3, serta evaluasi keseluruhan.
Rabu, 18 Juli 2018
Kegiatan sosial masyarakat di Desa Mulakoli dimulai hari ini. Kami mulai bangun pukul 06.30 WITA. Sebagian ada yang langsung menuju kamar mandi, dan sebagian lagi membereskan tempat yang digunakan untuk tidur. Setelah beberapa lama, kopi dihidangkan oleh Berti—adik Etho—di ruang tengah. Kami meminum kopi ditemani oleh Bapak Sipri, sambil membicarakan kegiatan kami untuk hari ini. Beberapa saat setelah meminum kopi, Yusri, Dirga, dan Bobby berangkat menuju pasar ditemani oleh Mama Silvi menaiki oto, merupakan sebutan mobil pick up sebagai alat transportasi umum masyarakat desa.
Sekitar pukul 09.00 WITA, Ben, Uli, dan Rina pergi ke SDK Mulakoli untuk mengurus perizinan dengan sekolah untuk melakukan kegiatan mengajar selama 4 hari kedepan. Di sekolah, kami berjumpa dengan beberapa orang guru, dan beliau dengan senang hati menyambut dan memberi izin kepada kami untuk berkegiatan di sekolah tersebut. Setelah mengurus izin selesai, kami kembali menuju rumah sekitar pukul 11.00 WITA. Johan yang hanya tinggal di rumah, masih mengerjakan tugasnya untuk membuat peta jalur yang kami lalui menuju puncak Gunung Ebulobo. Pada pukul 13.00 WITA, teman-teman yang pergi ke pasar sudah pulang dan membawa beberapa jajanan pasar. Bobby yang bertugas ke pasar untuk membeli tiket kapal pulang, tidak selesai di hari itu. Hal ini disebabkan oleh ATM di kecamatan sedang rusak.
Siang menuju sore hari kami mengisi waktu dengan beristirahat siang. Sekitar pukul 16.00 WITA, kami duduk santai di depan rumah sambil menyapa warga sekitar yang lewat depan rumah untuk pergi ke kali mengambil air bersih. Desa Mulakoli memiliki kesulitan air bersih. Di desa ini terdapat sumber air, tetapi proses untuk mengalirkan air ke desa tersebut sulit karena harus melewati punggungan. Pipa yang digunakan untuk menyalurkan air ke atas juga mengalami kebocoran sehingga warga terpaksa harus turun ke kali untuk mencuci pakaian dan mengambil air bersih demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Senyum sapa warga sekitar mewarnai kegiatan di sore itu sembari menikmati kopi asli Desa Mulakoli yang dihidangkan oleh Mama Silvi. Kegiatan selanjutnya kami isi dengan evaluasi kegiatan hari sebelumnya dan hari ini. Kegiatan evaluasi dimulai pukul 17.00 WITA, dan dihentikan sebentar 20.00 WITA, untuk makan malam dengan keluarga Bapak Sipri. Kegiatan evaluasi dilanjutkan pukul setengah 19.00 WITA, dan selesai pukul 22.15 WITA. Kami melanjutkan diskusi mengenai teknis kegiatan besoknya di sekolah. Pukul 11 malam lebih, kami selesai berdiskusi dan hari ini diakhiri dengan istirahat malam.
Kamis, 19 Juli 2018
Hari itu pukul 05.00 WITA alarm membangunkan satu per satu dari kami. Setelah beberapa saat mencoba mengumpulkan kesadaran, pada pukul 05.45 WITA kami mulai melakukan persiapan yang diperlukan sebelum kami berangkat menuju SDK Mulakoli. Ya, hari itu adalah hari pertama kami memulai kegiatan mengajar anak-anak yang ada di SDK Mulakoli. Setelah melakukan berbagai persiapan, pukul 06.50 WITA kami berdoa bersama lalu melangkahkan kaki dengan semangat menuju SDK Mulakoli hingga akhirnya kami tiba di tujuan pada pukul 07.09 WITA. Terlihat beberapa anak yang sudah lengkap dengan seragam merah-putihnya membersihkan lingkungan sekolahnya. Ada yang menyapu halaman, ada yang memungut sampah, dan ada pula yang menyirami selokan dan tanaman dengan air. Mereka melakukan semua hal itu dengan semangat. Terlihat pula beberapa anak yang masih dalam perjalanan menuju ke sekolah tersebut, ada yang berjalan dan ada pula yang berlari. Seolah tidak mau kalah, mentari pun memancarkan sinarnya dan memberikan kehangatan melawan dinginnya Desa Mulakoli pagi itu. ”Teng!”, bunyi lonceng tanda apel segera dimulai memecahkan suasana. Murid- murid yang semulanya sedang membersihkan sekolahnya langsung mempersiapkan dirinya untuk mengikuti apel. Terlihat pula beberapa murid yang mempercepat langkahnya untuktiba di sekolahnya. Pukul 07.30 WITA apel dimulai, murid-murid mengikutinya dengansangat khidmat. Setelah apel selesai dan barisan dibubarkan, murid-murid yang semulaberbaris dengan rapi langsung berhamburan. Ada yang berlari ke kelasnya, ada pula yangberlari menuju barisan kami dan kemudian mengantri untuk bersalaman. Setelah selesai bersalaman dengan anak-anak tersebut, kami dipersilahkan Bapak Laurensius selaku wakil kepala sekolah untuk masuk ke ruangan guru. Di sana Rina selaku ketua SWADAYA XII dan Benyamin selaku koordinator kegiatan hari itu memperkenalkan diri kami dan jugamenyampaikan beberapa patah kata dengan maksud untuk meminta izin untuk dapat mengajar di sekolah tersebut untuk beberapa hari. Niat baik kami disambut baik pula oleh pihak sekolah, kami diizinkan untuk mengajar di SDK Mulakoli pada hari Kamis dan Jumat, dilanjutkan kemudian pada hari Senin dan Selasa. Setelah berbincang sejenakdengan Bapak Laurensius, kami melakukan briefing sebelum memasuki kelas.
Pukul 08.50 WITA kami mulai memasuki kelas, hari itu kelas enam-lah yang kami pilih. “Good Morning!” sambut anak-anak kelas tersebut dalam posisi berdiri tegap di belakang meja masing-masing ketika kami melangkahkan kaki memasuki kelas mereka. “Good Morning!” sahut kami. Kami langsung memulai dengan mengajak anak-anak di kelas enam tersebut untuk menyanyikan lagu Garuda Pancasila dengan tujuan untuk membangitkan semangat. Mereka pun menyanyikannya dengan semangat dan gembira, Selanjutnya kami isi dengan memperkenalkan diri kami terlebih dahulu. Setelah itu kami meminta mereka untuk bergantian untuk memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama, tanggal lahir, dan cita-cita. Hal mengejutkan terjadi, banyak di antara mereka yang tidaktahu ataupun lupa dengan tanggal lahir mereka sendiri, kemudian kami hanya memaklumisaja ketika pada bagian menyebutkan tanggal lahir mereka hanya terdiam dengan ekspresimencoba berpikir keras. Kegiatan di kelas pun kami isi dengan berbagai motivasi yangdikaitkan dengan cita-cita mereka yang telah disebutkan. Selain itu kami juga memberikanbeberapa materi tentang info geografis Indonesia, wawasan kebangsaan, dan juga tak lupakami menyelipkan beberapa informasi tentang gunung berapi dan juga kiat-kiat yang harusdilakukan saat terjadi gunung berapi. Untuk membangkitkan semangat anak-anak kelastersebut kami juga menghadiahi permen bagi mereka yang dapat menjawab pertanyaanyang kami berikan.
Pukul 10.10 WITA lonceng tanda waktu istirahat tiba berbunyi. Kami mengakhirikelas dengan berfoto bersama. Semua siswa tampak sangat senang. Setelah keluar dari kelastersebut, kami kembali menuju ke ruang dewan guru. Di situ kami menyampaikan tentangjalannya kegiatan hari itu pada Bapak Laurensius. Beliau tampak senang dengan kegiatanyang telah kami lakukan. Setelah berbincang dan menyantap kudapan yang disajikan pihaksekolah, pada pukul 11.00 WITA kami kembali ke kediaman Pak Sipri dengan berjalankaki. Setibanya di rumah, kami langsung beristirahat masing-masing. Setelah berisitrahatsejenak, pada pukul 12.00 WITA Kak Berti memberitahu bahwa makan siang sudah siap.
Pada saat bersamaan, di depan rumah lewatlah seorang penjual bakso. Sontak beberapa darikami langsung memanggil penjual tersebut dengan maksud untuk membeli. Sehingga siangitu beberapa dari kami makan dengan porsi ganda. Setelah makan siang, kami melanjutkanistirahat. Pada pukul 14.15 WITA, Rina, Yusri, dan Nuzuli pergi menuju sungai untukmandi dan mencuci pakaian, sedangkan Dirga dan Benyamin tidur di dalam rumah. Lain halnya dengan Bobby dan Johan, mereka pergi ke kebun bersama Pak Sipri untuk melihat- lihat. Senja pun tiba. Pukul 19.58 WITA kami melakukan evaluasi atas kegiatan yang telah dilakukan hari itu. Pukul 21.15 WITA, Mama Silvi memberitahu bahwa makan malam sudah siap, kami pun kemudian makan dengan lahapnya. Pukul 22.53 WITA kami bergegas untuk tidur, karena harus bangun pagi untuk memulai kegiatan pada hari esok.
Jumat, 20 Juli 2018
Hari itu kami bangun pukul 06.30 WITA dan langsung bersiap-siap. Ya, seperti hari sebelumnya, hari itu kami akan kembali mengisi kelas di SDK Mulakoli. Pukul 08.00 WITA kami berangkat dari rumah Pak Sipri dengan berjalan kaki menuju SDK Mulakoli.Kami tiba di SDK Mulakoli pukul 08.20 WITA. Sama seperti hari sebelumnya, mula-mulakami dipersilahkan masuk ke ruangan dewan guru dan berbincang-bincang. Yang berbeda hari ini adalah, Bu Wilhelmina, kepala SDK Mulakoli, sedang berada di tempat. Kami punmenceritakan tentang kegiatan kami secara menyuluruh termasuk juga kegiatan mengajaryang telah kami lakukan di hari sebelumnya. Pukul 08.50 WITA kami masuk ke kelas lima untuk mengajar. Langkah kaki kami disambut meriah oleh siswa yang sudah siap di dalamkelas. Hari itu kami mengajar dengan materi yang sama dengan yang kami sampaikan di kelas enam pada hari sebelumnya. Hal mengejutkannya adalah siswa-siswi di kelas lima ini lebih berani berbicara dan menjawab pertanyaan ketimbang siswa-siswi yang kami ajar di hari sebelumnya. Kami pun menyudahi kelas dengan berfoto bersama pada pukul 10.10 WITA.
Setelah selesai mengajar kami pun kembali ke ruang dewan guru. Kami kembali berbincang dengan Bu Wilhelmina sembari menyantap kudapan dan minuman hangat yang disajikan. Saat itu, Bu Wilhelmina berkata bahwa di hari Senin dan Selasa beliaukemungkinan tidak datang ke sekolah dikarenakan ada urusan lain di luar desa. Hal itu membuat kami berinisiatif untuk mengambil gambar terlebih dahulu bersama beliau. Namun banner yang telah kami cetak tidak kami bawa sehingga Dirga dan Benyamin kembali ke rumah Pak Sipri untuk mengambil banner tersebut terlebih dahulu. Setelah mengambil gambar dengan Bu Wilhelmina dan beberapa dewan guru kami pun berpamitan untuk kembali ke kediaman Pak Sipri pada pukul 11.15 WITA.
Pukul 11.30 WITA kami menyantap makan siang di rumah Pak Sipri. Pukul 13.30 WITA Bobby ikut Pak Sipri pergi ke ladang untuk membantu dan melihat-lihat. Sedangkan pada pukul 14.00 WITA Rina, Nuzuli, dan Yusri pergi menuju ke sungai untuk mandi dan mencuci pakaian. Pukul 14.30 WITA Bobby kembali dari ladang. Pukul 15.30 WITA Rina, Nuzuli, dan Yusri kembali dari sungai. Pukul 17.00 WITA Bobby, Benyamin, Johan, Dirga dan Pak Sipri berangkat menuju sumber air yang terletak di dekat kediaman kepala Desa Mulakoli dengan menggunakan pick-up untuk mencuci perlengkapan yang digunakan dalam pendakian sekaligus pakaian pribadi yang kotor. Pukul 17.45 WITA mereka berempat kembali ke kediaman Pak Sipri. Setelah itu kami bersantai menikmati senja untuk beberapa saat dan dilanjutkan dengan evaluasi kegiatan dan briefing untuk keesokan harinya pukul 18.00 WITA. Pukul 19.48 kami bergegas untuk tidur.
Sabtu, 21 Juli 2018
Hari ini, kami memulai kegiatan dengan bangun pada pukul setengah enam pagi waktu setempat. Seperti biasanya, setelah bangun sebagian besar kami pergi ke kamar mandi untuk buang air besar dan memulai hari ini dengan secangkir kopi Mulakoli. Kami semua bersiap-siap mengganti pakaian dan menghafal materi yang akan disampaikan nantinya. Hari ini, Ben sebagai koordinator lapangan sosial masyarakat, merasa sedikit gugup karena hari ini berbeda dengan hari biasanya. Yang biasanya kami berhadapan dengan adik-adik SD, untuk hari ini kami melakukan penyuluhan di depan orang dewasa, dimana kami harus benar-benar memahami materi yang akan kami berikan.
Tepat pukul 07.30 WITA, kami berangkat dari rumah menuju kantor desa yang sedang dibangun. Lokasi penyuluhan rencananya diadakan di ruangan kantor desa yang sedang dibagun. Sesampainya disana belum ada siapapun, dan kami pergi ke kantor desa sementara dan berjumpa dengan bapak perangkat desa. Kami dibantu oleh beberapa pengurus untuk menyiapkan ruangan dan beberapa peralatan yang kami butuhkan. Setelah selesai menyiapkan ruangan, kami masih menunggu beberapa warga yang datang sekitar 1 jam lebih.
Pukul 10.20 WITA, ruangan hampir penuh diisi warga dan kami pun memulai kegiatan penyuluhan. Kegiatan penyuluhan diawali dengan kata sambutan oleh Ben dan Bapak Gerardus selaku Kepala Desa Mulakoli. Kami peserta bergantian memaparkan materi tanggap bencana gunung berapi dan 2 orang pendamping berperan sebagai tim dokumentasi acara. Warga yang hadir terlihat antusias dengan penyuluhan ini, dengan relatif banyaknya tanggapan dan pertanyaan dari mereka tentang tanggap bencana gunung berapi ini. Kegiatan ini diakhiri dengan pengisian kuesioner oleh seluruh hadirin yang menandakan kepahaman mereka tentang materi ini. Kegiatan selesai pada pukul 11.30 WITA. Setelah kegiatan selesai, kami foto bersama dengan seluruh warga yang hadir, dengan latar belakang Gunung Ebulobo yang megah. Setelah berfoto bersama, kami menikmati makan siang yang disediakan oleh warga sambil berdiskusi dan tertawa ringan. Satu hal yang mengagetkan kami ialah porsi nasi bungkus yang kami makan, adalah porsi untuk dua orang. Hal ini sudah biasa bagi masyarakat Flores, mungkin memang porsi orang timur memang banyak sehingga mereka telah terbiasa dengan porsi itu. Setelah makan siang bersama kami kembali menuju rumah. Sesampainya di rumah,kami beristirahat. Pada pukul 2 siang, Ben bersiap-siap berangkat menuju Bajawa untuk mengembalikan beberapa barang yang kami pinjam dari Andi. Ben sampai di Bajawa pukul 4 sore, dan pukul 6 sore diajak pergi beli ikan untuk dibakar malamnya. Untuk malam ini, Ben, Andi, dan dua orang temannya hanya menghabiskan malam dengan berdiskusi ringan. Sedangkan enam orang lainnya yang ada di Desa Mulakoli menghabiskan waktu di hari itu dengan kegiatan mandiri.
Minggu, 22 Juli 2018
Pagi itu begitu cerah. Mentari memancarkan sinarnya memberi kehangatan bagi Desa Mulakoli. Begitu malasnya hari itu sampai-sampai banyak dari kami bangun pukul tujuh pagi. Setengah jam setelah kami bangun kami disuguhkan kopi hangat. Kopi yang dibuatkan oleh Mama Silvi ini merupakan kopi berjenis robusta hasil dari perkebunan desa setempat yang disangrai dan dihaluskan sendiri. Kopi ini disajikan dengan gula yang relatif banyak sehingga menghasilkan cita rasa yang cukup manis. Satu jam kemudian hanya kami habiskan dengan duduk di teras rumah Pak Sipri. Pukul 08.30 WITA kami dibuatkan bubur oleh Mama Silvi. Bubur yang dibuatkan merupakan bubur dengan bahan beras dan kacang hijau. Masyarakat di sana menyebutnya dengan bhabhu mamu. bhabhu mamu adalah bubur yang bahannya terbuat dari beras, kacang hijau, ubi-ubian, daun-daunan, kelapa, dan santan. Meski versi yang Mama Silvi buatkan tidak lengkap, tetapi tidak mengurangi keenakan makanannya.
Hari itu kami benar-benar minim berkegiatan dan kami habiskan dengan bersantai dan beristirahat di kediaman Pak Sipri. Setiap hari Minggu di rumah Pak Sipri rutin diadakan rumah baca bagi anak-anak di Desa Mulakoli. Kami pun sebenarnya sudah sangat antusias menunggu kedatangan anak-anak sejak pagi. Namun hingga siang ternyata tak kunjung ada satu pun anak-anak yang datang. Usut punya usut ternyata biasanya anak-anak akan mulai datang setelah pulang dari beribadah di gereja. Pukul 11.30 WITA pun kami menyantap makan siang. Setengah jam kemudian barulah rumah Pak Sipri mendapat serbuan dari pasukan anak-anak yang sudah sangat bersemangat ingin membaca buku.
Keadaan rumah mendadak berubah. Kondisi yang sebelumnya relatif sepi mendadak menjadi kerumunan anak-anak yang sibuk membaca dan mencari-cari buku untuk dibaca. Beberapa dari kami sangat antusias menemani mereka membaca. Sedangkan Dirga terlihat tidur dalam keadaan duduk bersila, “Ngantuk” katanya setelah dia terbangun. Rumah baca berlangsung hingga sekitar pukul tiga sore. Setelah itu anak-anak yang semula memenuhi rumah Pak Sipri mulai membubarkan diri.
Pukul tiga sore Andi bersama istrinya dan juga Benyamin tiba dari Bajawa. Kami berbincang-bincang sejenak dengan Andi sembari menyantap beberapa kudapan dan kopi hangat. Pukul empat sore, Dirga, Benyamin, Bobby, dan Johan berangkat menuju ke sumber air yang berada di dekat kediaman kepala desa untuk mandi dan mencuci pakaian dengan menumpang mobil Andi bersama istrinya. Tak lupa kami juga membawa sejumlah jeriken sebagai wadah untuk membawa pulang air untuk mengisi bak penampungan air yang ada di kamar mandi rumah Pak Sipri. Kemudian kami pun pulang. Pukul 18.30 WITA kami menyantap makan malam bersama. Setelah makan malam, Andi bersama istrinya pulang kembali ke Bajawa. Kami pun mulai bergegas tidur pukul 22.00 WITA.
Senin, 23 Juli 2018
Kegiatan hari ini, hampir sama seperti hari biasanya kami mengajar di sekolah. Kami bangun pukul 05.00 WITA dan menyiapkan diri. Setelah semua sudah siap, kami duduk di depan rumah menikmati kopi Mulakoli sambil mengadakan briefing singkat untuk hari ini. Sebelum berangkat ke sekolah kami mendengar kabar dukacita kalau adik dari Bapak Sipri meninggal dunia dan nanti siang beliau akan pergi ke kampung halaman. Pukul 7 kurang, kami berangkat dari rumah. Sesampainya di sekolah seluruh adik-adik sedang membersihkan lapangan sekolah dan kelas masing-masing. Seitap pagi, anak-anak SDK Mulakoli diminta untuk membawa jeriken berisi air ke sekolah untuk diisi ke bak kamar mandi.
Pukul 07.10 WITA upacara bendera dimulai. Sudah lama rasanya kami tidak mengikuti upacara bendera di sekolah. Upacara berjalan dengan rahmat dan khidmat. Meski ketika pengibaran bendera terjadi salah tempat pengikatan bendera namun itu tidak mengurangi rasa antusiasme kami untuk mengikut upacara bendera. Setelah upacara selesai, anak-anak masuk ke kelas masing-masing dan diawali dengan membaca firman dan berdoa bersama di dalam kelas. Kami bertujuh masuk ke kantor guru menunggu jadwal pergantian jam pelajaran. Kami mengajar dimulai pukul 08.50 waktu setempat. Untuk hari ini, kami mengajar anak-anak kelas 4. Di kelas 4, kami memberi pelajaran motivasi, sama seperti kelas 5 dan 6. Memberi mereka motivasi agar berani untuk bermimpi dan mewujudkan mimpi mereka. Kami juga menyelingi dengan pelajaran kewarganegaraan dan pengamalan Pancasila. Sangat bahagia setiap melihat mereka dengan semangat bernyanyi lagu Indonesia Raya dan lagu nasional lainnya. Diakhir jam pelajran, kami berfoto bersama sambil membagikan permen,. Pukul 10.10 WITA kami selesai dari kelas. Kami sedikit berbincang dengan Bapak Laurensius sambil menikmati kopi dan makanan ringan. Sekitar pukul 11 kami kembali dari sekolah menuju rumah.
Sampai di rumah hanya ada kami dan Etho yang akan berangkat menuju Mauponggo. Kami menunjuk perwakilan kami yaitu Johan untuk pergi melayat ke Mauponggo dengan Etho. Sekitar pukul 1 siang kami makan siang yang sudah disiapkan oleh Mama Sinta. Mama Sinta adalah adik dari Mama Silvi. Setelah itu kami beristirahat siang. Sekitar pukul empat sore seperti biasanya kami menghabiskan waktu di depan rumah sambil menyapa warga yang lewat. Sekitar pukul 5 sore, Ben, Dirga, dan Bobby berinisiatif untuk mengambil air ke kali. Masing-masing dari kami membawa dua jeriken dan selama perjalanan kami berbaur dengan anak-anak desa yang mengambil air juga. Setelah mengambil air, kami kembali menikmati sore di depan rumah. Pada pukul 7 malam, kami memulai kegiatan evaluasi. Evaluasi tidak dihadiri oleh Johan karena masih berada di Mauponggo, dan evaluasi selesai pada pukul 10 tepat. Johan, Ben, Dirga, dan Rina berdiskusi mengenai materi yang akan kami sampaikan untuk besok ke kelas tiga. Dan pada pukul 11 malam, kami memutuskan istirahat setelah selesai diskusi.
Selasa, 24 Juli 2018
Ini adalah hari terakhir kami melakukan kegiatan sosial masyarakat. Sepertibiasanya kami bangun pukul 06.00 WITA dan melakukan persiapan selama satu jam lebih.Dan sekitar jam 7 lebih kami mulai minum kopi, sambil melakukan briefing kegiatan hari ini. Kemudian kami berangkat ke sekolah. Ini adalah momen terakhir kalinya kami menyapa warga di pagi hari sambil menuju sekolah, dan melihat adik-adik terakhir kalinya mengangkat jeriken menuju sekolah. Sampai di sekolah pukul 07.30 waktu setempat. Kali ini di sekolah ada pemeriksaan rambut adik-adik sebelum masuk kelas oleh Bapak Laurentius. Sebelum masuk ke kelas, kami berada di ruangan guru sambil berdiskusi singkat tentang materi yang akan diajarkan nanti.
Hari ini kami masuk di kelas 3. Kelas ini berbeda dari kelas sebelumnya, karena adik-adik di kelas ini terlihat ingin terus bermain. Jadi kami sedikit kewalahan untuk mengatur mereka. Walaupun sedikit tawa mereka bisa menghibur kami. Di kelas ini, kami memilih lebih banyak menghabiskan waktu dengan bermain sambil menanamkan nilai-nilai penting seperti kejujuran dan kerja sama. Sama sepeti biasanya, kami berfoto bersama sebelum mengakhiri kelas. Dan waktu kami di kelas tiga selesai pada pukul 10.10 WITA. Kami kembali masuk ke kantor guru dan ingin mengajak para guru untuk foto bersama dengan adik-adik di sekolah. Sebelum berfoto, kami dikasih kesempatan oleh Bapak Laurentius untuk memberikan kesan pesan selama di sekolah ke adik-adik. Ben diberikan kesempatan untuk berbicara ke adik-adik dan mengingatkan kembali ke mereka kalau jangan pernah takut untuk bermimpi. Kemudian kami berfoto bersama beberapa kali. Kami mengambil foto dengan latar belakang Gunung Ebulobo karena kebetulan gunung tersebut berada di belakang sekolah. Setelah itu kami makan siang bersama dengan para guru yang sudah disiapkan oleh sekolah sambil berbincang singkat dengan para guru. Setelah makan siang bersama, kami menyerahkan sedikit kenang-kenangan ke sekolah berupa 5 buah sapu sambil pamit karena sudah selesai melakukan kegiatan di sekolah.
Pulang dari sekolah pukul 11.00 WITA, kami langsung menuju kantor sementara desa. Disana kami pamit pulang dan mengucapkan terima kasih ke bapak sekretaris desa karena kebetulan Bapak Gerardus selaku kepala desa sedang tidak berada di tempat. Setelah itu kami kembali ke rumah dan melanjutkan makan siang di rumah. Setelah makan siang kami melanjutkan tidur siang. Dan kembali beraktivitas sekitar pukul 3 sore. Kami berenam mengambil air ke kali untuk terakhir kalinya di desa ini. Sekitar pukul 5 sore, kami mulai menyiapkan makan malam bersama. Untuk kali ini kami memotong ayam sendiri dan memasak sendiri. Sekitar pukul 8 malam keluarga Bapak Sipri kembali dari Mauponggo untuk makan malam bersama terakhir dengan kami. Kami mulai makan malam sekitar pukul setengah 9. Setelah makan, kami sedikit bercerita mengenai kegiatan kami selama di desa dan sekaligus memberikan kesan dan terima kasih kepada keluarga Bapak Sipri. Acara makan malam selesai, kami berbincang-bincang singkat dengan Etho sambil menunggu waktunya tidur. Sekitar pukul 01.00 WITA esok harinya kami berisitirat malam.
Rabu, 25 Juli 2018
Serangkaian kegiatan kemapalaan dan sosial kemasyarakatan telah selesai dilaksanakan. Acara sederhana perpisahan dengan keluarga Etho masih berlangsung. Setelah bercengkerama dengan keluarga, kami mulai bersiap-siap untuk beristirahat. Pukul 06.30 WITA kami mulai bangun dan mulai beraktivitas, ada yang masih melanjutkan packing, ada yang bersantai-santai, ada yang di dapur bersama Mama Silvi dan keluarga yang sedang menyiapkan sarapan. Etho sedang memasak nasi goreng, sementara Mama Silvi menyangrai biji kopi untuk dibawa sebagai oleh-oleh ke Yogyakarta. Keharuman kopi rumahan menyeruak di dapur. Setelah biji kopi disangrai dan dingin, Mama Silvi menlanjutkan dengan menggiling biji kopi menjadi bubuk. Sementara menunggu sarapan, kami bercengkerama di teras sambil menikmati kopi pagi terakhir sebelum pergi dari Desa Mulakoli. Setiap pagi, penduduk di sini menikmati kopi sebagai minuman sebelum beraktivitas karena kopi di Desa Mulakoli merupakan komoditas pertanian sehingga mudah didapatkan. Setelah sarapan sudah siap, kami pun makan.
Sarapan selesai, kami mengeluarkan barang-barang kami ke teras untuk bersiap- siap menunggu oto—sebutan mobil pick-up dalam Bahasa daerah di Flores. Sembari menunggu kedatangan oto terakhir kami berfoto bersama di depan rumah. Tak berapa lama setelah berfoto-foto, oto terakhir datang, tetapi sayangnya sudah penuh dengan penumpang dan pastinya tidak muat jika ditambah kami dan barang-barang kami yang cukup banyak. Akhirnya Bapak Sipri menelepon kenalannya agar oto-nya bisa singgah ke rumah. Kami menunggu cukup lama sampai kendaraannya datang, sekitar 1,5 jam. Setelah oto datang, kami pamit dan pergi bersama Mama Silvi beserta penumpang lain. Sepanjang perjalanan di Desa Mulakoli kami bertemu banyak orang dan kami pun sambil berpamitan dengan mengucapkan kalimat, “Molo kami kai” yang artinya kami pamit pulang. Sekitar 40 menit perjalanan, Rina dan Uli turun di Polsek Aesesa untuk berpamitan dengan petugas yang kami temui sebelum mendaki Gunung Ebulobo. Sementara itu yang lain melanjutkan perjalanan dengan tujuan ATM dan Pasar Boawae. Ben, Bobby, dan Johan turun di ATM sementara Dirga dan Yusri turun di pasar untuk membeli titipan Mama Ita dan kebutuhan lainnya. Mama Silvi juga ikut turun di pasar Boawae untuk mengurus jualan yang dititipkan kepada kenalannya. Kira-kira pukul 12 waktu setempat kami semua sudah berkumpul.
Setelah itu, kami berdiskusi masalah transportasi ke Bajawa, apakah mau naik bus jam 3 atau 4 sore dengan harus keluar pasar ke jalan yang dilewati bus yaitu sekitar pertigaan dengan jalur sedikit menanjak atau ikut bemo dengan harga yang lebih mahal. Kami juga sempat ditawari naik oto kenalan Mama Silvi dengan perbedaan harga Rp 5.000,00 per orang yang mana oto ini lebih mahal dari bus yang mematok ongkos Rp 25.000,00. Setelah berdiskusi dengan pihak-pihak yang menawarkan, akhirnya kami mendapat bemo kenalan Mama Silvi yang kebetulan mau pulang ke rumahnya di Bajawa dengan ongkos yang sama dengan bus. Pukul 14.20 WITA kami berangkat ke Bajawa, sebelum berangkat kami menghubungi Andi untuk memberitahukan bahwa kami akan berangkat ke sana. Setelah 70 menit perjalanan, kami sampai di kediaman Andi. Baru saja sampai kami langsung disuguhi makan. Setelah makan, beberapa dari kami mandi. Kesulitan air di Desa Mulakoli membuat kami jarang mandi di sana. Selama 11 hari di sana, frekuensi mandi di sana hanya sekitar 2 sampai 3 kali. Setelah mandi, Andi mengajak Dirga, Yusri, dan Rina ke pasar harian di Bajawa. Dari rombongan kami, hanya Rina, Yusri, dan Dirga yang belum ke pasar di Bajawa. Merupakan kebiasaan bagi Andi untuk mengajak orang-orang yang menginap di rumahnya untuk pergi ke pasar. Mama Ita pun ikut ke pasar. Di pasar kami membeli ikan, bumbu, dan batok kelapa untuk dijadikan arang karena malam ini akan diadakan bakar-bakar. Setelah dari pasar, Andi singgah untuk membeli moke yang merupakan minuman khas Flores. Sesampainya di rumah Andi, dimulailah acara bakar- bakar. Mama Ita dan Rina menyiapkan sayur dan bumbu untuk diolesi ke ikan sementara yang lain membakar ikan bersama Andi.
Pukul 22.00 WITA dimulailah acara makan malam. Bajawa memang lebih dingin dari Mulakoli. Ingin rasanya bergelut dalam sleeping bag sambil menikmati malam yang dingin ini. Setelah makan malam usai, dilanjutkan dengan bincang-bincang tak lupa Andi menyuguhi moke kepada kami tetapi hanya Ben dan Johan saja yang menemani minum moke. Satu botol 1500 ml hanya dihabiskan tiga perempatnya untuk 3 orang. Andi, Johan, dan Ben terlihat mabuk. Dalam kemabukan, kami membahas hal-hal yang sangat bernuansa keteknikan, mulai dari bagaimana caranya agar Mulakoli bisa menikmati air sampai nuklir. Kami berbincang sampai jam setengah 12 malam sampai akhirnya Mama Ita mulai mengomel untuk berhenti meminum dan segera beristirahat. Akhirnya kami kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat.
Kamis, 26 Juli 2018
Selama di Mulakoli kami setiap hari bangun pagi tetapi di malam hari kami cepat mengantuk, mungkin kebiasaan ini terbawa sampai sekarang. Pukul 05.30 WITA, kami bangun dan memulai aktivitas, ada yang membuang hajat, ada yang masih bergelut di atas kasur dalam sleeping bag, ada yang berjemur menikmati matahari pagi, dan ada yang sudah duduk di ruang tamu. Kegiatan ini diakhiri dengan sarapan yang sudah siap, masakan Mama Ita sudah siap disantap dan kami berkumpul untuk sarapan bersama. Selama sarapan, kami berencana untuk pergi ke tempat pemandian air panas di Soa. Kami berencana untuk pergi di sore hari. Setelah sarapan kami kembali dalam aktivitas masing-masing. Andi menawarkan untuk mencuci baju mumpung cuaca sedang panas dan ada mesin cuci. Tawaran ini disambut baik oleh kami. Beberapa dari kami pun mencuci pakaiannya. Pukul 12.00 WITA makan siang sudah disiapkan oleh Mama Ita dan kami pun mulai makan. Setelah makan siang, kami pun tidur siang. Pukul 4 sore kami bersiap-siap menuju ke Soa dan setengah jam kemudian kami berangkat ke sana. Mobil Andi tidak cukup untuk kami semua sehingga ada yang mengendarai motor. Pulau Flores yang berbentuk bukit- bukit membuat jalannya berkelok-kelok. Perjalanan ditempuh selama setengah jam. Setelah sampai, kami langsung turun ke kolam pemandian. Air yang cukup panas membuat badan sedikit kaget, karena selama di Mulakoli dan Bajawa air yang dirasakan sangat dingin. Kurang lebih satu setengah jam kami habiskan di Soa. Pukul 18.27 WITA, kami kembali ke rumah. Sebelum sampai ke rumah, kami singgah di rumah kenalan Andi untuk memesan bus ke Mbay besok. Setelah sampai dan makan malam disiapkan, kami mulai makan malam. Sambil makan malam, kami membahas rencana besok, yaitu bangun pada pukul 5 pagi dan memasak sarapan. Setelah makan malam kami mulai packing memindahkan barang-barang yang dititipkan di carrier Yusri dan Johan karena carrier yang lain sudah dibawa ke rumah ini waktu masih di Mulakoli. Setelah barang-barang siap, kami pun beristirahat.
Jumat, 27 Juli 2018
Pukul 5 pagi kami mulai bangun dan segera menyiapkan sarapan. Sembari ada yang memasak, ada juga yang bersiap-siap. Setelah 40 menit memasak, kami pun mulai makan. Selesai sarapan, kami mengeluarkan barang-barang kami untuk menunggu bus yang sudah dihubungi pada malam sebelumnya. Sambil menunggu kedatangan bus, kami berfoto bersama Andi dan Mama Ita. Pukul 07.00 WITA, bus yang kami tunggu telah datang. Kami pun berpamitan dengan Andi dan Mama Ita, setelah itu kami berangkat. Selama perjalanan, bus yang kami tumpangi singgah di tempat-tempat yang biasanya terdapat penumpang yang ingin ikut. Perjalanan ditempuh selama kurang lebih tiga setengah jam. Akhirnya, kami sampai di rumah Yanto, tempat yang kami singgahi sebelum ke Mulakoli. Di rumah Yanto, kami disambut oleh Selo yang merupakan pemilik rumah tempat tinggal Yanto. Kami berbincang-bincang tentang perjalanan kemarin, setelah itu ada yang rehat dan bersiap-siap untuk salat jumat. Dirga dan Bobby berangkat ke masjid untuk menunaikan salat jumat, tetapi sebelumnya mereka berdua membeli makan siang. Sementara Selo pergi ke tempat kerja bersama temannya. Jam 1 siang Ben dan Johan pergike kantor Dinas Pariwisata Kabupaten Nagekeo. Sepulangnya dari kantor dinas pariwisata, kami mendapat undangan dari Sekretaris Dinas Pariwisata untuk mengikuti pesta pernikahan.
Pukul 13.30 WITA, Yanto sekeluarga tiba di rumah. Kami membahas tiket kapal yang belum ditukarkan, Mama Mira yang merupakan istri Yanto meminta tolong keluarganya yang tinggal di Ende—tempat di mana kantor PELNI berada—untuk menukarkan tiket kapal. Jam 5 sore kami diajak ke bukit. Di bukit tersebut terpampang Kota Mbay dan bukit-bukit lainnya, bulan yang sangat besar karena malam ini akan terjadi gerhana bulan, serta pemandangan matahari tenggelam. Angin cukup kencang waktu itu sehingga kami tidak banyak bergerak. Akhirnya diputuskan untuk cepat pulang karena kalau terlalu lama bisa-bisa kami semua masuk angin.
Sesampainya di rumah kami bersiap-siap untuk mengikuti acara pesta. Sembari menunggu kedatangan Bapak Siel—Sekretaris Dinas Pariwisata Kabupaten Nagekeo— Selo mengajak bermain PES. Pukul 21.30 WITA Bapak Siel datang. Beliau datang bersama istrinya mengendarai mobil Hilux. Rina, Yusri, dan Uli duduk di dalam mobil sementara Ben, Dirga, Bobby, dan Johan duduk di bak belakang. Bapa Siel mengatakan alasan mengapa ia mengajak kami yaitu, “Kalian kan sudah jauh-jauh ke sini, kalian itu harus ikut acara di sini biar tahu bagaimana orang Flores berpesta.” Kami yang di dalam hanya tertawa mendengar alasan tersebut. Beliau juga bertanya kapan ke Ende dan ketika kami menjawab besok lantas ia berkata, “Saya juga besok mau ke Kupang tapi lewat Ende naik pesawat, kalian besok ikut saya saja, saya berangkat dari sini sekitar jam 10 atau 11.” Kami menyambut dengan gembira ajakan tersebut karena hitung-hitung bisa mengurangi biaya pengeluaran, tetapi kami harus mendiskusikan dengan teman-teman di belakang terlebih dahulu. Setelah sampai di tempat, kami pun turun. Kami duduk dan ikut berfoto bersama pengantin yang sebenarnya tidak kami kenal. Setelah berfoto, kami pun duduk kembali, tak berapa lama kemudian makan malam mulai dihidangkan. Dan setelah makan malam dimulailah acara berjoget ria. Dalam beberapa kesempatan, Uli, Rina, Johan, dan Yusri mengikuti goyangan hadirin yang turut serta. Setelah lelah berjoget, kami pun pulang. Dalam perjalanan, kami singgah di kediaman Bapak Siel dan beliau mengantar kami sampai di rumah Yanto. Kami sampai di rumah pukul setengah 12 malam dan ternyata Yanto dan keluarga belum tidur, kami pun berbincang-bincang dan setelah itu beristirahat.
Sabtu, 28 Juli 2018
Sabtu pagi pukul 06.30 WITA kami mulai bangun dan bersiap-siap. Johan yang menjadi narahubung dengan Bapak Siel sejak pagi sudah menghubungi beliau. Sementara bersiap-siap, Ben, Bobby, Dirga, dan Yanto keluar untuk membeli moke, tuak khas Flores untuk dibawa ke Yogyakarta. Pukul 10 pagi, Mama Mira mengajak untuk sarapan dan kami pun makan. dengan keluarga Yanto tetapi Yanto sendiri tidak ikut karena harus mengurus suatu hal di kota. Sekitar satu jam setelah sarapan, mobil Bapa Siel datang untuk menjemput kami dan beliau ternyata belum ikut karena masih berada di kantor, supirnya berkata bahwa nanti kami akan singgah ke sana. Sebelum berangkat kami menyempatkan untuk berfoto bersama dengan keluarga Yanto tetapi Yanto sendiri tidak ikut karena harus mengurus suatu hal di kota. Sebelum menjemput Bapa Siel, kami singgah ke tempat Yanto berada untuk berpamitan. Kemudian kami berangkat ke kantor Dinas Pariwisata. Setelah itu, kami memulai perjalanan kami ke Ende. Dalam perjalanan, Bapa Siel mengatakan bahwa ternyata jadwal penerbangannya yaitu jam 3. Hal itu membuat kami harus lebih cepat untuk sampai ke Ende. Perjalanan ke Ende ditempuh dalam waktu 2 jam dan 15 menit. Pulau Flores yang berbentuk dataran tinggi sehingga banyak sekali jalan yang berkelok-kelok apalagi ditambah dengan kecepatan yang cukup tinggi membuat beberapa dari kami hampir mabuk perjalanan. Di tengah perjalanan, kami bertemu dengan Ketua Himpunan Pariwisata Indonesia Kabupaten Nagekeo, Bapa John yang juga berencana ke Ende dan ia pun ikut bersama-sama dengan kami. Gerimis yang juga sempat menerpa membuat orang-orang yang duduk di bak sedikit kebasahan. Sampai di Ende kami langsung ke Bandara H. Hasan Aroeboesman untuk mengantar Bapa Siel. Di bandara kami sempat makan bakso yang dibayarkan Bapa John. Setelah makan perjalanan dilanjutkan untuk mengatar Bapa John dan kami juga ikut turun. Ben yang sudah menghubungi Iin malam sebelumnya untuk tinggal semalam di rumahnya langsung mencari tempat tinggal yang sudah diberitahukan sebelumnya lewat Gmaps. Iin merupakan teman Etho dan Andi yang juga ikut dalam komunitas rumah baca. Setelah sampai di rumah Iin kami bersantai sejenak sambil bercerita dengan Iin. Iin juga mengajak kami untuk pergi ke Taman Renungan Bung Karno berhubung ia ada kegiatan di sana dan kami tidak melakukan apa-apa di sini. Akhirnya kami ikut ajakan tersebut.
Setelah bersiap-siap, kami keluar dan mencari angkutan kota (angkot). Perjalanan ditempuh dengan waktu 10 menit karena jarak dengan rumah Iin tidak terlalu jauh. Setelah sampai, kami duduk bersantai. Di taman ini, banyak penduduk terutama anak muda yang berkunjung ke sini, entah untuk nongkrong, berdiskusi, bermain bola, atau sekadar mencari jajanan karena cukup banyak pedagang yang berjualan di sekitar taman ini. Tempat yang luas dan rindang membuat tempat ini banyak dikunjungi. Bobby dan Johan juga bertemu dengan keluarga Mama Mira yang mengantar tiket yang sudah ditukar, mereka juga memberi oleh-oleh berupa keripik khas Ende, sungguh banyak sekali pihak yang telah membantu kami dalam SWADAYA XII ini. Tak berapa lama, teman-teman Iin datang dan kami berkenalan satu sama lain. Pasar Ende yang cukup dekat membuat kami inginberkunjung ke sana. Akhirnya kami berpamitan dengan Iin dan teman-temannya dan pergi ke pasar. Di pasar kami berkunjung ke toko yang menjual kain khas Flores. Hari sudah mulai larut membuat beberapa toko kain mulai menutup gerainya, untungnya kami masih bisa singgah untuk melihat-lihat kain-kain tersebut. Kain-kain tersebut memiliki beberapa warna dan corak. Dari penjelasan penjual kain, warna kain yang gelap atau butek menandakan bahwa kain tersebut terbuat dari serat alam. Kain-kain yang dijual pun berasal dari berbagi tempat di Flores, ada yang dari Ende, Ruteng, Bajawa, Boawae, dan tempat- tempat lain di Pulau Flores.
Setelah puas melihat dan membeli beberapa potong kain, kami pun kembali ke tempat di mana Iin berada. Selain kami, ada seseorang yang juga menginap di rumah Iin, yaitu Kak Maria. Ia berasal dari Batam tetapi tinggal di Malaka bersama suaminya. Ia juga mempunyai usaha guest house di sana. Maria berencana untuk mengunjungi Danau Kelimutu pada subuh nanti. Mendengar itu, kami merasa tertarik untuk mengunjunginya, akhirnya kami bertanya Iin tentang biaya dan waktu ke sananya. Karena kebetulan waktunya tidak terlalu mepet dengan jadwal kapal, akhirnya kami bersepakat untuk mengunjungi Danau Kelimutu. Rencananya kami akan naik pick-up pada jam 2 pagi nanti. Pukul 19.30 WITA kami kembali ke rumah Iin. Malam ini dihabiskan dengan bercengkerama, makan malam, dan setelah itu beristirahat.
Minggu, 29 Juli 2018
Pukul 1 pagi kami sudah bangun. Cuaca di luar kurang baik. Kami berpikir cuaca di Danau Kelimutu sama kurang baiknya dengan cuaca di sini. Sunrise juga mungkin tidak akan terlihat dengan cuaca begitu. Akhirnya, kami memutuskan untuk tidak berangkat ke Danau Kelimutu dan melanjutkan istirahat kami. Pukul 07.00 WITA kami bangun dan mulai bersiap-siap. Jadwal kapal tertulis jam 8 pagi. Iin yang sudah hafal dengan jadwal kapal yang molor meminta kami untuk bersantai saja. Ia juga menelepon kenalannya yang tinggal di dekat pelabuhan untuk menanyakan keberadaan KM Awu yang akan kami naiki dan betul KM Awu belum menunjukkan batang hidungnya. Akhirnya kami menunda keberangkatan kami ke pelabuhan. Kami pun sarapan bersama Iin dan keluarga dan Maria. Maria yang batal ke Danau Kelimutu bersama kami memutuskan untuk pergi ke Danau Kelimutu pagi ini. Ia pergi dengan menyewa ojek.
Pukul 10.50 WITA kami berangkat ke pelabuhan. Kami berangkat bersama Iin dan teman-temannya yang berasal dari komunitas rumah baca Ende. Tiba di pelabuhan, kami singgah dahulu ke tempat tujuan Iin yaitu rumah Anak Cinta Lingkungan (ACIL). Di tempat tersebut Iin beserta teman-temannya akan mengadakan pertemuan dengan komunitas-komunitas yang ada di Ende. Kami bercengkerama bersama sambil ditemani kopi dan teh. Orang-orang di sini sangat kocak dan mungkin tidak ada yang waras, karena mereka membuat kami tertawa terpingkal-pingkal dengan candaan mereka. Mendengar suara kapal, kami pun bergerak menuju pelabuhan, tak lupa kami mendokumentasikan momen kebersamaan ini. Iin dan teman-temannya turut serta mengantar kami bahkan salah seorang temannya ikut mengantar kami sampai di dalam kapal dan membantu mencari tempat tidur. Sebelum naik ke kapal, kami berpamitan dengan Iin serta teman-teman. Pukul 1 siang, kapal mulai meninggalkan pelabuhan.
Selama di kapal tidak banyak yang kami lakukan, hanya berjalan-jalan mengelilingi kapal, ke kafetaria sambil mencari jaringan, membaca buku, dan tidur. Tetapi tidur adalah kegiatan kami yang dominan karena tidak tahu harus berbuat apa lagi. Di kapal kami juga bertemu dengan anak Mapagama bernama Rian. Kebetulan ia baru selesai menyurvei tempat untuk melakukan kegiatan dari Mapagama dan sekarang ia berencana ke Waingapu. Mapagama berencana melaksanakan kegiatannya di Nuca Molas, Nusa Tenggara Timur. Pada pukul 6 sore kami makan malam. Porsi makanan di kapal memang tidak terlalu banyak, apalagi Ben yang porsi makanannnya terhitung banyak merasa masih lapar dengan porsi tersebut. Kadang ia harus membeli makanan lagi untuk memenuhi perutnya yang kelaparan. Makan kali ini dilengkapi dengan jus jambu yang rasanya cukup enak. Setelah makan, ada yang tidur dan ada yang masih keluar mencari angin karena kebetulan tempat kami tidur memiliki hawa yang cukup panas. Pukul 22.10 WITA kapal bersandar di pelabuhan Waingapu. Bobby, Johan, dan Dirga turun sebentar di sana, sementara yang lain tetap berada di atas kapal. Kurang lebih sejam kemudian kapal melanjutkan perjalanannya menuju Bima, Nusa Tenggara Barat.
Senin, 30 Juli 2018
Pukul 7 kurang kami mulai bangun dan orang-orang mulai mengambil makan pagi. Makanan pagi ini dilengkapi dengan susu. Setelah sarapan diambil, kami pun makan. Kebetulan di kapal penumpang bisa mandi, meski fasilitasnya kurang memadai seperti pintu yang tidak memiliki kunci atau pintu yang gagangnya hilang tetapi itu tidak menyurutkan keinginan penumpang untuk mandi. Fasilitas di kapal KM Awu juga bisa dibilang lebih baik dibanding kapal yang kami gunakan saat berangkat ke Ende. Air panas yang bisa diambil secara gratis, sampah yang cepat diurus, susu dan jus sebagai pelengkap makanan membuat kami merasa cukup nyaman. Tetapi dari segi makanan, KM Amarisa bisa dibilang lebih baik karena makanannya lebih berasa dibanding sekarang. Pukul setengah dua belas pengumuman dari kapal menyatakan bahwa makan siang bisa diambil, setelah mengantre dan makanan didapat kami pun menikmati makan siang.
Setengah jam kemudian, kapal bersandar di Pelabuhan Bima. Kapal bersandar selama satu setengah jam sebelum melanjutkan perjalanan ke Benoa. Pukul 13.30 WITA, kapal melanjutkan perjalanannya. Hari ini dihabiskan seperti hari sebelumnya, tidur, berkeliling di dalam kapal, makan, mandi, membaca buku, mengutak-atik HP, dan lain-lain. Malam ini diadakan juga evaluasi dari kegiatan yang dilakukan pada hari-hari sebelumnya. Setelah evaluasi kami beristirahat.
Selasa, 31 Juli 2018
Sama seperti hari sebelumnya, kami bangun pada pukul 7 kurang. Jam setengah delapan sarapan telah diambil dan kami mulai makan. Sementara kami makan, pengumuman kapal menyatakan bahwa sekitar pukul 9 nanti kapal akan bersandar di Pelabuhan Benoa, Bali. Johan yang sudah beberapa kali turun di Pelabuhan Benoa memutuskan untuk tetap tinggal di kapal untuk menjaga barang-barang, sementara yang lain turun di pelabuhan tersebut. Pukul 09.00 WITA kapal sudah bersandar di Pelabuhan Benoa dan rencananya akan melanjutkan perjalanan 3 jam lagi. Banyak penumpang yang turun di sini membuat kami memutuskan untuk menunggu saja sampai keadaan lebih sepi. Setengah jam semenjak kapal bersandar kami mulai turun ke pelabuhan. Kami sempat menjelajah keadaan di sekitar pelabuhan. Kami juga menyusuri toko untuk berbelanja dan sempat makan di warung yang ada di luar pelabuhan. Satu jam sebelum kapal melanjutkan perjalanan, kami naik kembali ke kapal. Sambil menunggu kapal melanjutkan perjalanannya lagi, kami duduk di kafetaria untuk menikmati jaringan yang lancar di Bali. Beberapa menit setelah naik ke kapal, makan siang sudah tersedia untuk diambil. Karena masih merasa kenyang, beberapa dari kami tidak mengambil makanan. Ketika yang lain ingin mengambil makan siang, entah kenapa tempat untuk mengambil makanan sudah tutup, padahal hanya selisih beberapa menit semenjak pengumuman makan siang diperdengarkan. Akhirnya ada yang tidak makan siang. Untuk mengisi perut, beberapa dari kami memasak mie instan. Keadaan tempat tidur kami yang cukup panas membuat kami kadang keluar untuk sekadar mencari angin, ada juga yang tidak kuat dengan keadaan panas ini memutuskan untuk tidur di luar. Pukul setengah enam makan malam sudah tersedia dan kami mengambilnya. Selang beberapa lama setelah makan malam, kami berencana untuk evaluasi, tetapi karena ada salah seorang dari kami yang lupa waktu akhirnya evaluasi tidak dilaksanakan. Pukul setengah sembilan kami beristirahat.
Rabu, 1 Agustus 2018
Pukul setengah enam pagi, mulai ada yang bangun dan mandi. Pada hari ini kami akan turun di Pelabuhan Tanjung Perak. Pukul 07.00 WIB sarapan siap disantap. Setelah sarapan, kami melaksanakan evaluasi yang semalam tidak jadi dilaksanakan sekaligus briefing mengenai apa yang akan dilakukan setelah sampai di Surabaya. Terjadi sedikit perubahan mengenai rencana pulang kami. Sebelumnya kami berencana untuk berangkat ke Yogyakarta pada malam hari, tetapi mengingat waktu yang terlalu lama di Surabaya dan daripada luntang-lantung di terminal berjam-jam akhirnya diputuskan untuk langsung berangkat ke Yogyakarta setelah sampai ke Terminal Purabaya. Setelah evaluasi dan briefing, kami mulai packing.
Pukul 1 siang, kapal telah bersandar di Surabaya. Setelah turun, kami segera menuju tempat bus Trans Surabaya dengan tujuan Terminal Purabaya. Setelah kurang lebih 50 menit perjalanan, kami sampai di terminal. Di terminal kami membeli makan siang. Setelah makan siang, kami mencari bus dengan tujuan Yogyakarta. Setelah mendapat bus kami naik dan menunggu beberapa menit untuk menunggu penumpang lain. Bus yang kami naiki menawarkan harga yang lebih murah dari biasanya. Bus ekonomi yang biasa memiliki tarif Rp 57.000,00 dan kami mendapat harga Rp 51.000,00. Perjalanan ditempuh dengan waktu kurang lebih 8 jam dan kami turun di bawah Jembatan Janti. Kami sampai di Yogyakarta pada pukul 23.00 WIB. Tidak berselang lama setelah kami turun, beberapa orang dari SATU BUMI tiba menjemput kami. Dua mobil dipakai untuk menjemput kami. Pukul setengah dua belas malam kami sampai di sekretariat SATU BUMI.